BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dewasa ini kebuutuhan akan material terutama logam sangatlah
penting. Besi dan baja merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar untuk suatu
konstruksi. Dengan berbagai macam kebutuhan sifat mekanik yang dibutuhkan oleh
suatu material ialah berbeda-beda. Sifat mekanik tersebut terutama meliputi
kekerasan, keuletan, kekeuatan, ketangguhan, sifat mampu las serta sifat mampu
mesin yang baik. Dengan sifat pada
masing-masing material berbeda, maka banyak metode untuk menguji sifat apa
sajakah yang dimiliki oleh suatu material tersebut. Uji impak merupakan salah
satu metode yang digunakkan untuk mengetahui kekuatan, kekerasan, serta
keuletan material. Oleh karena itu uji impak banyak dipakai dalam bidang
menguji sifat mekanik yang dimiliki oleh suatu material tersebut
1.2 Tujan
Percobaan
Adapun tujan dari percobaan ini
adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap harga impak (HI) dan sifat
perpatahn berdasarkan persen patahan
1.3 Batasan
Masalah
Dalam
percobaan uji impak terdapat batasan masalah yaitu pengujian menggunakan metode
charpy, dengan metode ini pengujian
dilakukan dengan batang impak biasa serta manggunakan bahan BS 4360.
1.4 Sistematika
Penulisan
Sistematika penulisan pada
laporan ini terdiri dari lima
bab. Bab I menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan
masalah, dan sistematika penulisan. Bab II menjelaskan mengenai tinjauan
pustaka yang berisi mengenai teori singkat untuk mendukung sebuah percobaan
yang telah dilakukan, Bab III menjelaskan mengenai metode percobaan, yang berupa diagram alir, alat
& bahan, serta prosedur percobaan. Bab IV menjelaskan mengenai data-data
percobaan yang telah dicatat saat melakukan praktikum, baik berupa tabel
ataupun grafik beserta
pembahasannya. Bab V berupa
kesimpulan percobaan dan saran untuk praktikum selanjutnya. Di akhir laporan
juga disertakan lampiran yang berisi contoh perhitungan, jawaban pertanyaan dan
tugas, gambar alat dan bahan dan blanko percobaan.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Umum
Untuk menentukan sifat perpatahan
suatu logam, keuletan maupun kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang
dinamakan dengan uji impak. Umumnya pengujian impak menggunakan batang
bertakik. Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk
menentukan kecenderungan benda untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini dapat
diketahui perbedaan sifat benda yang tidak teramati dalam uji tarik. Hasil yang
diperoleh dari uji batang bertakik tidak dengan sekaligus memberikan besaran
rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin mengukur komponen tegangan tiga
sumbu pada takik.
Gambar 1. Ilustrasi Skematis
Pengujian
Impak.
|
1.
Metoda Charpy
Batang impak
biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda uji Charpy mempunyai luas
penampang lintang bujursangkar (10 x 10 mm) dan mengandung takik V-45o,
dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji diletakan pada
tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak
dengan ayunan bandul (kecepatan impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan
melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi, kia-kira 103
detik.
Gambar 2. Peletakan spesimen berdasarkan metode charpy.
2.
Metoda Izod
Dengan batang
impak kontiveler. Benda uji Izod lazim digunakan di Inggris, namun saat ini
jarang digunakan. Benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujursangkar atau
lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit.
Gambar 3. Peletakan spesimen berdasarkan metode izod.
2.2 Kurva
Suhu Peralihan
Pemanfaatan utama hasil uji Charpy dalam rekayasa adalah untuk
memilih benda yang tahan terhadap patah getas dengan menggunakan kurva suhu
peralihan. Dasar pemikiran perancangan adalah memilih benda yang mempunyai
ketangguhan takik yang memadai untuk berbagai kondisi pembebanan yang berat sedemikian
hingga kemampuan dukung beban bagian konstruksi dapat dihitung dengan
menggunakan metode kekuatan standar, tanpa memperhatikan sifat-sifat patah dari
benda atau efek konsentrasi tegangan retak atau cacat.
Suhu peralihan benda dapat digolongkan menjadi
3 kategori, seperti tampak pada gambar 5. Logam kps (FCC) berkekuatan menengah dan rendah dan sebagian besar logam
heksagonal tumpukan padat mempunyai ketangguhan takik yang demikian tingginya
sehingga kepatahan getas tidak merupakan persoalan, terkecuali dalam lingkungan
kimiawi khusus yang relatif.
Benda
berkekuatan tinggi (σ0
> E/150) mempunyai ketangguhan
takik demikian rendahnya, sehingga patah getas dapat terjadi akibat beban
nominal di daerah elastis pada sembarang suhu dan laju regangan, apabila
terdapat cacat (retakan). Baja berkekuatan tinggi, paduan-paduan titanium dan
aluminium termasuk dalam kategori ini. Pada suhu rendah, terkadi patah
pembelahan getas, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi terjadi perpatahan
energi rendah. Pada kondisi seperti inilah, analisis mekanika patahan merupakan
hal yang berguna dan wajar. Ketangguhan takik logam kubik pusat ruang (BCC) berkekuatan menengah dan rendah,
Be, Zn dan benda keramik sangat tergantung pada suhu. Pada suhu rendah, patah
terjadi secara pembelahan, sedangkan pada suhu tinggi terjadi perpatahan ulet. Jadi,
terdapat peralihan dari takik getas ke takik tangguh, apabila suhu naik.
Kriteria suhu peralihan demikian dinamakan
plastik peralihan patah (fracture
transition plastic, FTP). FTP adalah suhu di mana perpatahan akan
mengalami perubenda dari ulet sempurna menjadi patah getas. Kemungkinan
terjadinya patah getas di atas FTP,
dapat diabaikan. Penggunaan FTP
dianggap tua dan pada berbagai penerapan, kriteria FTP kurang praktis. Kriteria lain yang kurang konservatif adalah
berdasarkan suhu peralihan di mana terjadi perpatahan 50% pembelahan dan 50%
geseran, dan disebut T2. Kriteria
ini dinamakan suhu peralihan penampilan patah (fracture-appearance transition temperature, FATT). Hubungan antara hasil uji impak Charpy dan kegagalan dalam pemakaian menunjukkan bahwa bila
terjadi patah belah pada batang Charpy
kurang dari 70%, maka besar kemungkinan bahwa tidak terjadi patah pada suhu
peralihan atau diatasnya, jika tegangan tidak melebihi setengah tegangan
luluhnya. Secara garis
besarnya, akan diperoleh serupa bila digunakan definisi suhu peralihan T3. T3 adalah nilai rata-rata bagian atas dan bagian bawah.
Kriteria umum lainnya adalah definisi, suhu
peralihan T4 berdasarkan
sembarang nilai energi serap yang rendah, CV.
T4 ini sering
disebut suhu peralihan keuletan (ductility
transition temperature). Sesuai
dengan hasil pengujian pada pelat baja kapal Perang Dunia II, terbukti pada
pada pelat tidak akan mengalami patah getas apabila CV sama dengan 15 ft-lb pada suhu uji. Suhu peralihan
dimana CV = 15 ft-lb
menjadi kriteria umum yang diterima untuk baja kapal kekuatan rendah. Akan
tetapi, perlu ditegasakan di sini bahwa untuk benda lain, CV 15 tidak berlaku.
Kriteria yang didefinisikan dengan cermat
adalah penentuan suhu transisi berdasarkan suhu T5 dimana terjadi patah belah sempurna atau 100%. Titik
ini dikenal sebagai suhu tanpa keuletan atau NDT. NDT
adalah suhu dimana patah mulai terjadi tanpa didahului oleh deformasi plastik. Di
bawah NDT, kemungkinan terjadinya
patah ulet dapat diabaikan.
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Diagram
Alir Percobaan
Adapun diagram alir yang digunakan
dalam percobaan ini yaitu sebagai berikut:
|
3.2 Alat
dan Bahan
3.2.1 Alat yang
digunakan
1. Mesin
uji impak charpy
2. Penjepit
spesimen
3. Termometer
4. Jangkan
sorong
3.2.2 Bahan
yang digunakan
1. BS
4360 A
2. Es batu
3.3 Prosedur
Percobaan
1.
Menyiapkan
benda uji berupa BS 4306 A.
2.
Mengukur
luas penampang dan kedalaman takik.
3.
Memasang
benda uji pada tumpuan, perhatikan posisi takik.
4.
Memasang
bandul pada posisi 300 joule.
5.
Melepaskan
bandul dan catat energi yang diserap untuk mematahkan benda uji.
6.
Mengamati
dan ukur bentuk perpatahan yang terjadi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Percobaan
Dari percobaan yang telah dilakukan oleh praktikan
didapatkan hasil percobaan sebagai berikut:
Tabel 1. Data hasil percobaan proses uji
impak.
No
|
Bahan
|
Luas
Penampang (mm2)
|
Suhu
(°C)
|
Energi
(joule)
|
Harga
Impak (J/mm2)
|
Bentuk
Perpatahan (%) Patahan
|
1
|
BS
4306
|
82
|
0
|
34
|
0.41
|
0
|
2
|
BS
4306
|
82
|
25
|
60
|
0.73
|
66
|
3
|
BS
4306
|
82
|
78
|
82
|
1
|
62
|
4.2 Pembahasan
9
|
Gambar 5. Grafik Perbandingan Pengaruh Temperatur dengan Energi yang Diserap
Dari gambar 5, pada benda uji dengan
temperatur 00C, 250C dan 780C setelah dilakukan uji impak
dihasilkan energi yang diserap masing-masing
sebesar 34 Joule, 60 Joule dan 82 Joule. Jadi semakin tinggi temperatur
benda uji maka akan menghasilkan energi yang diserap lebih besar dari pada
benda uji dengan temperatur rendah, sehingga semakin tinggi temperatur benda uji maka harga impak yang
dihasilkanpun akan semakin
besar.
Benda uji dengan temperatur tinggi dapat menyerap
energi lebih tinggi karena benda uji temperatur tinggi mempunyai sifat keuletan
yang relatif lebih tinggi sehingga membutuhkan energi yang besar untuk terjadinya fracture.
Semakin tinggi temperature benda uji
maka akan semakin besar persen perpatahannya, akan tetapi
pada percobaan ini terdapat data yang kurang valid pada % perpatahan. %
perpatahan benda 250C
lebih besar dari pada % perpatahan benda 780C yaitu
masing-masing sebesar 66% dengan 62%. Penyebab hal tersebut tidak praktikan
ketahui karena data benda uji pada 250C dan 780C
diperoleh dari data yang sudah ada. Menurut praktikan kemungkinan hal tersebut
terjadi karena kesalahan pada saat perhitungan %patahannya. Pada ketiga benda uji yang dipakai,
benda uji kedua yang mempunyai persen perpatahan paling besar yaitu 66%, sedangkan yang paling rendah
dimiliki oleh benda uji pertama yaitu sebesar 0%.
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari
percobaan yang telah dilakukan dapat dihasilkan kesimpulan yaitu sebagai
berikut:
1.
Semakin tinggi temperatur yang
diberikan pada benda uji, maka energi yang diserap akan semakin besar.
2.
Semakin tinggi temperatur yang
diberikan, maka keuletan dan persen perpatahan benda uji akan semakin
meningkat.
3.
Semakin rendah harga impak maka jenis
perpatahan yang terjadi akan semakin getas.
5.2 Saran
Praktikan
harus lebih teliti pada saat pengamatan jarum pada alat uji impak supaya data
yang dihasilkan lebih akurat. Selain itu pada saat penempatan benda uji di alat
uji impak seharusnya dilakukan dengan cepat supaya temperatur benda uji tidak
berubah karena dapat mempengaruhi data hasil pengujian yang
diperoleh.
DAFTAR
PUSTAKA
Dieter George E, University Of Maryland, 1987, ” Metalurgi
mekanik ”,
Halaman 91-117, Edisi ketiga, Jilid 1,
Jakarta, Erlangga, 1042.
Lakhtin, Y.,
(1968), “ Engineering Physical Metallurgy
“, MIR Published, Moscow.
Tim laboratorium metalurgi.
2012. ”Buku panduan
praktikum Laboratorium Metalurgi II”, Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Cilegon
LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh Perhitungan
1.
Mencari luas penampang
Untuk pengujian benda
uji BS 4360
Keterangan
; A : luas penampang permukaan (mm2)
P : panjang
benda uji (mm)
L : lebar benda uji (mm)
2.
Mencari harga impak
Untuk pengujian benda
uji BS 4360 pada temperature 00C
Keterangan
; A : luas penampang permukaan (mm2)
W : energi yang dibutuhkan (Joule)
HI : harga impak (Joule/mm2)
Lampiran 2. Jawaban Pertanyaan dan Tugas Khusus
Jawaban Pertanyaan
1.
Apa yang dimaksud dengan temperatur transisi uji
impak? Serta gambarkan dan jelaskan diagram FATT?
Jawab :
Temperatur
transisi adalah temperatur dimana terjadi perubahan sifat keuletan dan
ketangguhan pada material. Pada suatu material terjadi perubahan sifat dari
ulet menjadi getas akibat penurunan temperature. Terdapat pula material yang
tidak memiliki temperature transisi, material ini disebut chriogenic.
Gambar 6. Diagram FATT
Dari grafik diatas pada diagram FATT dimana semakin besar temperatur maka energi yang
diserap semakin tinggi sehingga dihasilkan harga impak yang besar.
2.
Gambarkan
bentuk dan dimensi spesimen uji impak untuk metode charpy dan izod
berdasarkan standar ASTM?
Jawab :
a.
Metode
Charpy
Gambar
7. Spesimen Metode
Charpy Standar
ASTM
b. Metode izot
Gambar
8. Spesimen Metode Izod Standar ASTM
3.
Jelaskan perbedaan perpatahan ulet dan getas?
Serta jelaskan hubungan antara harga impak dengan jenis perpatahannya?
Jawab :
Getas:
Bentuk
perpatahan dari meterial getas adalah berbentuk granular. Facet
permukaan patahan belah datar memiliki daya pantul yang tinggi serta penampilan
yang berkilat.
Ulet:
Bentuk perpatahan dari meterial lunak adalah berserat
yang berbentuk sampel menyerap cahaya serta penampilannya buram.
Harga impak paling kecil mengalami patah getas, harga impak yang tinggi
mengalmi patah ulet.
4.
Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi harga
impak?
Jawab :
1.
Tegangan
triaksial.
2.
Temperatur
Karena patah getas
disebabkan oleh tempertur rendah (dibawah temperature transisi), sedangkan
patah ulet disebabkan oleh temperature tinggi (diatas temperature transisi).
Temperature transisi adalah rentang temperature yang menjadi batasan dari sifat
ulet dan gelas suatu material,
3.
Laju
regangan atau laju pembebanan
Semakin tinggi laju pembebanan maka energy yang
diserap akan semakin kecil sehingga mengakibatkan terjadinya patah getas.
4.
Kadar karbon
Semakin kecil kadar karbon yang terdapat pada suatu
bahan, maka energi impak yang dibutuhkan untuk mematahkan semakin besar, karena
ikatan molekul bahan tinggi.
5.
Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
perpatahan ulet dan getas?
Jawab :
1.
Keadaan tegangan 3 sumbu/ takikan.
2.
Temperatur, temperature rendah akan terjadi
patah ulet sedangkan temperature tinggi akan patah getas.
3.
Laju regangan yang tinggi/ laju pembebanan yang cepat.
6.
Jelaskan hubungan antara temperatur dan bentuk
perpatahan yang terjadi serta harga impak dari masing-masing perpatahan?
Berikan contohnya
Jawab :
Semakin besar nilai temperatur
maka akan semakin ductile logam jadi
mengalami patah ulet, dan semakin kecil nilai maka akan semakin brittle logam jadi mengalami patah
getas. Harga impak patah ulet lebih besar daripada patah getas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar