Minggu, 09 Juni 2013

Uji Kekerasan



BAB I
PENDAHULUAN


1.1            Latar Belakang
Dalam industri logam, pengujian kekerasan banyak digunakan untuk mengetahui kekerasan suatu bahan. Pada umumnya kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastis atau deformasi permanen. Kekerasan didefinisikan menurut ilmu metalurgi adalah sebagai kemampuan suatu material untuk tahan terhadap deformasi plastis. Semakin besar kekerasan suau logam maka semakin besar ketahanannya terhadap deformasi.
Dalam suatu produksi industri logam tidak akan terlepas dari sifat kekerasannya sehingga kita harus tahu dan memahami sifat dari logam itu dan kita tahu bagaimana mengamati dan meneliti serta mengukur kekerasan dari logam yang akan kita gunakan. Kekerasan merupakan sifat suatu logam, yang memberi kemampuan logam tahan terhadap deformasi permanen (bengkok, rusak, atau bentuk yang berubah), ketika suatu beban diterapkan.
Selain itu dalam ilmu metalurgi, mendefinisikan indentasi kekerasan sebagai ketahanan suatu material terhadap indentasi. Ini adalah jenis yang umum dalam pengujian kekerasan, dimana indentor diberikan tekanan pada suatu titik atau melingkar di atas permukaan, di bawah suatu beban statis. Suatu jenis lain pengukuran kekerasan adalah mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan dan diberi beban yang terbatas.


1.2              Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan uji kekerasan adalah untuk mengetahui kekerasan bahan logam sebagai ukuran ketahanan beban terhadap deformasi plastis. Nilai kekerasan disini dinyatakan dalam kekerasan Rockwell (HR).

1.3              Batasan masalah
Batasan masalah pada percobaan uji kekerasan adalah pengujian kekerasan Rockwell dimana menggunakan indentor kerucut intan dan bola baja dengan menggunakan sampel baja AISI 1045 hasil treatment dan baja AISI 1045 non-treatment.


1.4              Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada laporan ini terdiri dari lima bab. Bab I menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Bab II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat untuk mendukung sebuah percobaan yang telah dilakukan, Bab III menjelaskan mengenai metode penelitian, yang berupa diagram alir, alat & bahan, serta prosedur percobaan. Bab IV merupak hasil data-data percobaan serta pembahasan hasil tersebut. Bab V menjelaskan tentang kesimpulan dalam percobaan tersebut dan saran untuk praktikum selanjunya. Di akhir laporan juga terdapat lampiran yang memuat contoh perhitungan, jawaban pertanyaan, dan tugas, gambar alat serta blangko percobaan.





BAB II
TIJAUAN PUSTAKA


2.1      Definisi Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis yang diakibatkan oleh tekanan atau goresan dari benda lain. Kekerasan merupakan sifat suatu logam, yang memberi kemampuan logam tahan terhadap deformasi permanen (bengkok, rusak, atau bentuk yang berubah), ketika suatu beban diterapkan. Pada umumnya, kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen. Untuk orang yang berkecimpung dalam mekanika pengujian bahan, banyak yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran ketahanan terhadap lekukan. Untuk para perancang bangunan, kekerasan sering diartikan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam. Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun ndentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Untuk melakukan pengujian kekerasan ada 3 metode, yaitu [Fauji, 2010]:
1.    Metode goresan
2.    Metode elastis atau pantulan ( rebound )
3.    Metode indentasi


2.2      Metode  Goresan
           Kekersana goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Dengan mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain disusun berdasarkan kemampuan goresan yang satu terhadap yang lain. Kekerasan goresan diukur dengan skala Mohs. Skala ini terdiri atas sepuluh standar mineral disusun berdasarkan kemampuannya untuk digores. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk (kekerasan goresan 1), kuku jari mempunyai nilai kekerasan sekitar 2, tembaga yang dilunakkan kekerasannya 3, martensit 7, logam yang paling keras mempunyai harga kekerasan pada skala Mohs antara 4 sampai 8. Sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. kelemahan dari penilaian kekerasan dengan skala Mohs adalah penilaiannya tidak cocok untuk logam karena interval skala pada nilai kekerasan.


Tabel 1. Skala Kekerasan Mohs
                                             

2.3      Metode Elastis atau Pantulan
  Untuk mengetahui nilai kekerasan suatu material dintentukan oleh alat yang dinamakan Scleroscop yang merupakan contoh paling umum dari suatu alat penguji kekerasan dinamik, mengukur kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan. Semakin tinggi pantulan maka kekerasan suatu benda uji semakin tinggi.


2.3      Metode Indentasi
           Metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan menggunakan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Prinsip kerja dari metode ini dengan menentukan jejak dari indentasi yang dihasilkan. Nilai kekerasan dari suatu bahan dilihat dari kedalaman jejak yang ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan menandakan bahwa logam tersebut telah terdeformasi plastis. Metode indentasi ini di klasifikasikan menjadi 3, yaitu :
1.         Metode Brinell
Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened steel ball). Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya dibawah mikroskop khusus pengukur jejak.

2.         Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu, untuk suatu beban tertentu; dan digunakan pada logam yang sangat lunak, yakni DPHnya 5 hingga logam yang sangat keras, dengan DPH 1500.

3.         Metode Rockwell
Metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct reading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Indentor yang digunakan terbuat dari baja diperkeras berbentuk bola dan selain itu ada juga yang berbentuk kerucut intan. Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang  (reproducible) sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan. Hal ini disebabkan oleh sifat–sifatnya yaitu cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Pengujian  ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja.


4.         Metode Meyer
Meyer mengajukan definisi mengenai kekerasan yang lebih rasional dibanding yang diajukan oleh Brinell, yakni berdasarkan luas proyeksi jejak, bukan luas permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk (indentor) dan lekukan adalah sama dengan beban dibagi luas proyeksi lekukan. Kekerasan Meyer kurang peka terhadap beban yang diterapkan dibanding kekerasan Brinell. Untuk bahan-bahan yang mengalami pengerjaan dingin, kekerasan Meyer pada dasarnya tetap dan tidak tergantung pada beban, sedangkan kekerasan Brinell akan mengecil bila beban bertambah besar.




BAB III
METODE PERCOBAAN


3.1    Diagram Alir Percobaan
Adapun diagram alir percobaan yang mencakup mulai dari persiapan bahan, proses sampai didapatkan kesimpulan percobaan adalah sebagai berikut:


 













Gambar 1. Diagram alir percobaan.
3.2    Alat dan Bahan
 3.2.1  Alat yang digunakan
1. Mesin uji kekerasan Rockwell
2. Indentor berbentuk kerucut intan dan bola baja


3.2.2  Bahan yang digunakan
1. Baja AISI 1045 hasil treatment dan non-treatment
                     2. atanol

3.3    Prosedur Percobaan
1. Membersihkan permukaan benda uji yaitu baja AISI 1045 hasil treatment dan yang tidak di treatment.
2. Memilih indentor yang digunakan sesuai dengan benda uji dan atur pembebanannya, yaitu untuk baja AISI 1045 hasil treatment menggunakan beban 150 Kgf sedangkan yang non-treatment menggunakan beban 100 Kgf.
3. Memasang indentor dan meletakkan benda uji pada tempatnya.
4. Mengatur waktu pembebanan
5. Melakukan proses pengujian kekerasan pada 4 titik.
6. Mencatat hasil yang didapat.






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1       Hasil Percobaan
            Setelah melakukan percobaan uji kekerasan pada baja AISI 1045 yang hasil treatment dan non-treatment, maka data yang didapat dari hasil percobaan adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Data hasil percobaan kekerasan
No.

Bahan

Beban (Kgf)
Hardness
Average Hardness
Vickers (HV) dan (HB)
Brinel Hardness Nomber (BHN)
1.
AISI 1045
Hasil treatment

100
9 HRB
10.5.HRB
10 HRB
10.5 HRB


10
HRB

-

      -
2.
AISI 1045 Non-treatment

150
57 HRC
58 HRC
57.5 HRC
57.5 HRC

57.5
HRC


644


612

4.2       Pembahasan
   Untuk baja hasil treatment menggunakan HRC dengan pembebanan 150 kgf serta menggunakan indentor berupa piramida intan dan baja non-treatment menggunakan HRB dengan pembebanan 100 Kgf serta menggunakan indentor berupa bola baja. Hal ini disebabkan baja yang di hasil treatment lebih keras dibandingkan dengan baja yang tidak di treatment sehingga HRC digunakan untuk material yang keras dan HRB digunakan untuk material yang kurang keras. Saat pengujian menggunakan metode Rockwell, hasil yang didapatkan belum bisa menggambarkan atau menjelaskan nilai kekerasan dari kedua spesimen. Oleh karena itu nilai kekerasan dengan skala Rockwell dikonversi ke skala Vickers. Setelah dikonversi ke skala Vickers dengan rumus interpolasi, baja yang telah di treatment memiliki nilai kekerasan sebesar 644 HV dan 612. Kekerasan baja tergantung pada komposisi kimianya, terutama kadar karbonnya. Makin tinggi kadar karbon, maka baja tersebut akan makin keras. Tetapi kekerasan baja masih dapat diubah dengan merubah struktur mikronya. Kekerasan yang sangat tinggi dapat diperoleh dengan melakukan proses laku panas untuk memperoleh struktur martensit. Proses ini dinamakan hardening (pengerasan). Hardening dilakukan dengan memanaskan baja hingga mencapai temperature austenit,kemudian didinginkan dengan cepat (quenching), sehingga akan diperoleh martensit yang keras. Biasanya sesudah proses hardening selesai, segera akan diikuti dengan proses tempering [Alhamidi, Ali. 2003].
            Dari data percobaan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa sampel baja yang telah diberi proses treatment memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak diberi proses treatment (non-treatment). Hal ini dapat terjadi karena suatu logam yang telah diberi suatu perlakuan panas, yaitu pengerasan (contoh: quenching, tempering, hardening) nilai kekerasannya akan meningkat. Perlakuan panas pada kondisi non-equilibrium menyebabkan ukuran butiran yang dihasilkan adalah halus (kecil), sehingga logam tersebut memiliki sifat kekerasan yang tinggi dan fasa yang terbentuk adalah martensit. Martensit merupakan struktur yang memiliki sifat kekerasan yang tinggi.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1       Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan uji kekerasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.    Baja hasil treatment memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja non-treatment.
2.    Skala HRC digunakan untuk material yang keras dan skala HRB digunakan untuk material yang lebih lunak atau kurang keras.
3.    Jika nilai kekerasan semakin tinggi maka nilai deformasi plastisnya akan semakin tinggi
4.    Baja hasil treatment memiliki kekerasan vikers sebesar 215.625 HV dan 204.625 HB sedangkan baja hasil non-treatment memiliki kekerasan vikers sebesar 573 HB dan 544.7 HV
5.    Baja hasil treatment memiliki average hardness sebesar 94.125 HRB dan baja non-treatment memiliki average hardness sebesar 53.75 HRC.


5.2       Saran
            Adapun saran yang dapat diberikan untuk praktikan adalah sebaiknya benda uji yang digunakan berbeda-beda untuk setiap kelompoknya karena pada praktikum ini benda uji yang digunakan sama untuk semua kelompok sehingga hanya sedikit daerah permukaan benda yang akan diuji nilai kekerasannya.

 

DAFTAR PUSTAKA


       1.       Tri Jaka, IR.. ME. 2012. Materi Kuliah Pengujian Logam. FT Untirta : Cilegon.
2.       Fauji. 2010. Pengetahuan Sifat Logam (Fisik & Mekanik).
3.  Tim laboratorium metalurgi. 2012. ”Buku panduan praktikum Laboratorium Metalurgi I”, Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Cilegon
            5.     http://www.calce.umd.edu/TSFA/Hardness_ad_.htm


 
 






LAMPIRAN








 
a.. Contoh Perhitungan
1.    Menghitung Average Hardness pada baja AISI 1045 (HRB) hasil treatment
  
  

     Menghitung HB dan HV skala vikers
  
    57.5 – 57.3            VHN - 640
               57.8    57.3          650 - 608
                        VHN = 644
    57.5 – 57.3            HBN - 608
               57.8    57.3          618 - 608
                        VBN = 612


b. Jawaban Pertanyaan dan Tugas Khusus
1.         Apakah kekerasan dan ketahanan aus saling berhubungan? Mengapa demikian?
Penyelesaian :
Antara kekerasan dan ketahanan aus merupakan garis lurus yang saling berkaitan, karena kekerasan merupakan sifat yang ada pada lapisan paling luar suatu material, dan ketahanan aus pun didapat dari lapisan terluar suatu material. Dimana nilai kekerasan semakin tinggi maka logam tersebut mempunyai ketahanan aus yang tinggi. Hal ini disebabkan struktur mikro pada logam yang keras lebih kecil dan dislokasinya lebih banyak sehingga untuk mengalami keausan akan lebih sulit.
2.         Sebutkan 2 jenis uji kekerasan Rockwell dan jelaskan !
Penyelesaian:
a.       Rockwel B : menggunakan indentor berbentuk bola yang terbuat dari baja dengan diameter 1/16 inchi dan beban uji 100 kgf, cara menentukan nilai kekerasannya yaitu dengan cara melihat kedalaman jejak pembebanan. Metode ini digunakan untuk material lunak.
b.      Rockwell C : menggunakan indentor berbentuk silinder yang terbuat dari intan dengan sudut puncak 120o dan beban uji sebesar 150 kgf, cara menentukan nilai kekerasannya sama dengan Rockwell B yaitu berdasarkan kedalaman jejak pembebanan. Metode ini digunakan untuk material yang lebih keras.
3.         Berapakah beban pengujian kekerasan  Rockwell yang dipakai pda percobaan dan mengapa dipilih beban tersebut?
Penyelesaian :
Pembebanan yang dipakai yaitu 150 Kgf, pembebanannya sebesar 150 karena material benda uji yang dipakai mempunyai sifat yang lebih keras dari pada benda uji yang dikenakan Rockwell B. apabila pembebanannya kecil maka indentor tidak akan mampu meninggalkan jejak pembebanan pada benda uji tersebut.
4.         Jelaskan perbedaan pengujian kekerasan dengan menggunakan metode indentasi, dan kapan menggunakan pengujian kekerasan Brinell, Rockwell, Vickers, meyer, dan Knoop?
Penyelesaian :
Metode indentasi adalah metode dimana dilakukan penekanan benda uji dengan menggunakan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Prinsip kerja dari metode ini dengan menentukan jejak dari indentasi yang dihasilkan. Nilai kekerasan dari suatu bahan dilihat dari kedalaman jejak yang ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan menandakan bahwa logam tersebut telah terdeformasi plastis.
1.      Metode Brinell
Kita menggunakan metode brinell, idealnya ketika material yang memiliki kekerasan brinell sampai 400 HB. Jika lebih dari itu maka disarankan menggunakan metode pengujian rockwel atau Vickers. Beban standar yang digunakan sebesar 500 kg. Pengujian ini juga memerlukan permukaan yang datar dan halus.
2.      Metode Rockwell
Metode Rockwell mampu membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, ukuran lekukannya kecil, sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Permukaan yang akan diuji harus bersih, datar dan tegak lurus. Menggunakan beban antara 10 sampai 150 kgf, indentor yang digunakan berupa kerucut intan dan bola baja.
3.      Metode Vickers
Metode Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Kita menggunakan metode Vickers ketika suatu skala kekerasan yang ekstrem tidak bisa dibandingkan dengan skala kekerasan yang lain.
4.      Metode Meyer
Metode meyer adalah metode mengenai kekerasan yang lebih rasional berdasarkan luas proyeksi jejak. Metode ini biasa digunakan untuk mengukur kekerasan material yang telah mengalami pengerjaan dingin, tidak bergantung pada beban dan jarang digunakan untuk pengukuran kekerasan
5.      Metode Knoop
Metode ini biasanya menggunakan indentor berupa intan kasar yang dibentuk menjadi piramida sedemikian hingga dihasilkan lekukan bentuk intan dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek adalah 7:1.

5.         Kenapa pengujian kekerasan pada spesimen yang sama tidak boleh terlalu dekat?
Penyelesaian :
Karena jika terlalu dekat dikhawatirkan hasil yang terbaca pada mesin uji kekerasan Rockwell tidak akurat disebabkan oleh adanya bekas percobaan sebelumnya, selain itu juga dikarenakan setiap titik pada benda uji itu mempunyai perbedaan fasa maka dari itu digunakan garis lurus agar dapat mengetahui kekerasan benda uji pada semua titik.
c. Gambar Alat
                                                 
Gambar 2. Mesin Uji Kekerasan