BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam
industri logam, pengujian kekerasan banyak digunakan untuk mengetahui kekerasan
suatu bahan. Pada umumnya kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi dan
untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap
deformasi plastis atau deformasi permanen. Kekerasan didefinisikan menurut ilmu
metalurgi adalah sebagai kemampuan suatu material untuk tahan terhadap deformasi
plastis. Semakin besar kekerasan suau logam maka semakin besar ketahanannya
terhadap deformasi.
Dalam
suatu produksi industri logam tidak akan terlepas dari sifat kekerasannya
sehingga kita harus tahu dan memahami sifat dari logam itu dan kita tahu bagaimana
mengamati dan meneliti serta mengukur kekerasan dari logam yang akan kita
gunakan. Kekerasan merupakan sifat suatu logam, yang
memberi kemampuan logam tahan terhadap deformasi permanen (bengkok, rusak, atau
bentuk yang berubah), ketika suatu beban diterapkan.
Selain itu dalam ilmu
metalurgi, mendefinisikan indentasi kekerasan sebagai ketahanan suatu material
terhadap indentasi. Ini adalah jenis yang umum dalam pengujian kekerasan,
dimana indentor diberikan tekanan pada suatu titik atau melingkar di atas
permukaan, di bawah suatu beban statis. Suatu
jenis lain pengukuran kekerasan adalah mengukur kedalaman atau lebar goresan
pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari
intan dan diberi beban yang terbatas.
1.2
Tujuan
Percobaan
Adapun tujuan
dari percobaan uji kekerasan adalah untuk mengetahui kekerasan bahan logam
sebagai ukuran ketahanan beban terhadap deformasi plastis. Nilai kekerasan
disini dinyatakan dalam kekerasan Rockwell
(HR).
1.3
Batasan masalah
Batasan
masalah pada percobaan uji kekerasan adalah pengujian kekerasan Rockwell dimana menggunakan indentor
kerucut intan dan bola baja dengan menggunakan sampel baja AISI 1045 hasil treatment dan baja AISI 1045 non-treatment.
1.4
Sistematika
Penulisan
Sistematika
penulisan pada laporan ini terdiri dari lima bab. Bab I menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan
percobaan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Bab II menjelaskan mengenai
tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat
untuk mendukung sebuah percobaan
yang telah dilakukan, Bab III menjelaskan mengenai metode
penelitian, yang berupa diagram alir, alat &
bahan, serta prosedur percobaan.
Bab IV merupak hasil data-data percobaan serta pembahasan hasil tersebut. Bab V menjelaskan tentang kesimpulan dalam percobaan
tersebut dan saran untuk praktikum selanjunya.
Di akhir laporan juga terdapat
lampiran yang memuat contoh perhitungan, jawaban pertanyaan, dan tugas, gambar
alat serta blangko percobaan.
BAB
II
TIJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi
plastis yang diakibatkan oleh tekanan atau goresan dari benda lain. Kekerasan merupakan sifat suatu logam,
yang memberi kemampuan logam tahan terhadap deformasi permanen (bengkok, rusak,
atau bentuk yang berubah), ketika suatu beban diterapkan. Pada umumnya,
kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat
tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau
deformasi permanen. Untuk orang yang berkecimpung dalam mekanika pengujian
bahan, banyak yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran ketahanan terhadap
lekukan. Untuk para perancang bangunan, kekerasan sering diartikan sebagai
ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai
kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam. Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat
didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari
material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme
penggoresan (scratching), pantulan
ataupun ndentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Untuk melakukan pengujian kekerasan ada
3 metode, yaitu [Fauji, 2010]:
1. Metode
goresan
2. Metode
elastis atau pantulan ( rebound )
3. Metode
indentasi
2.2 Metode
Goresan
Kekersana
goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Dengan mengukur kekerasan,
berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain disusun berdasarkan kemampuan
goresan yang satu terhadap yang lain. Kekerasan goresan diukur dengan skala Mohs.
Skala ini terdiri atas sepuluh standar mineral disusun berdasarkan kemampuannya
untuk digores. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk
(kekerasan goresan 1), kuku jari mempunyai nilai kekerasan sekitar 2, tembaga
yang dilunakkan kekerasannya 3, martensit 7, logam yang paling keras
mempunyai harga kekerasan pada skala Mohs antara 4 sampai 8. Sedangkan
intan mempunyai kekerasan 10. kelemahan dari penilaian kekerasan dengan skala Mohs
adalah penilaiannya tidak cocok untuk logam karena interval skala pada nilai
kekerasan.
Tabel 1.
Skala Kekerasan Mohs
2.3 Metode
Elastis atau Pantulan
Untuk mengetahui
nilai kekerasan suatu material dintentukan oleh alat yang dinamakan Scleroscop yang merupakan
contoh paling umum dari suatu alat penguji kekerasan dinamik, mengukur
kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan.
Semakin tinggi pantulan maka kekerasan suatu benda uji semakin tinggi.
2.3 Metode Indentasi
Metode ini dilakukan
dengan penekanan benda uji dengan menggunakan indentor dengan gaya tekan dan
waktu indentasi yang ditentukan. Prinsip kerja dari metode ini dengan
menentukan jejak dari indentasi yang dihasilkan. Nilai
kekerasan dari suatu bahan dilihat dari kedalaman jejak yang ditinggalkan.
Jejak yang ditinggalkan menandakan bahwa logam tersebut telah terdeformasi
plastis. Metode indentasi ini di klasifikasikan
menjadi 3, yaitu :
1.
Metode Brinell
Pengujian kekerasan dilakukan
dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened
steel ball). Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang
harus dihitung diameternya dibawah mikroskop khusus pengukur jejak.
2.
Metode Vickers
Pada metode ini digunakan
indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o. Prinsip
pengujian adalah sama dengan metode brinell,
walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang
diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada
pekerjaan penelitian karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan
yang kontinu, untuk suatu beban tertentu; dan digunakan pada logam yang sangat
lunak, yakni DPHnya 5 hingga logam yang sangat keras, dengan DPH 1500.
3.
Metode Rockwell
Metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct reading). Metode ini banyak
dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Indentor yang digunakan
terbuat dari baja diperkeras berbentuk bola dan selain itu ada juga yang
berbentuk kerucut intan. Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan
mempunyai kemampuan ulang (reproducible)
sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak
dipergunakan. Hal ini disebabkan oleh sifat–sifatnya yaitu cepat, bebas dari
kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada
baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat
perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan
kerusakan. Pengujian ini menggunakan kedalaman
lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Metoda pengujian
kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut
intan atau bola baja.
4.
Metode Meyer
Meyer mengajukan definisi mengenai kekerasan yang lebih
rasional dibanding yang diajukan oleh Brinell, yakni berdasarkan luas proyeksi jejak, bukan luas
permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk (indentor) dan lekukan
adalah sama dengan beban dibagi luas proyeksi lekukan. Kekerasan Meyer
kurang peka terhadap beban yang diterapkan dibanding kekerasan Brinell.
Untuk bahan-bahan yang mengalami pengerjaan dingin, kekerasan Meyer pada
dasarnya tetap dan tidak tergantung pada beban, sedangkan kekerasan Brinell
akan mengecil bila beban bertambah besar.
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
3.1 Diagram Alir Percobaan
Adapun diagram alir percobaan yang
mencakup mulai dari persiapan bahan, proses sampai didapatkan kesimpulan
percobaan adalah sebagai berikut:
Gambar
1. Diagram alir percobaan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1
Alat yang digunakan
1. Mesin uji
kekerasan Rockwell
2. Indentor
berbentuk kerucut intan dan bola baja
3.2.2 Bahan yang digunakan
1. Baja AISI
1045 hasil treatment dan non-treatment
2.
atanol
3.3 Prosedur Percobaan
1. Membersihkan permukaan benda uji
yaitu baja AISI 1045 hasil treatment dan
yang tidak di treatment.
2. Memilih indentor
yang digunakan sesuai dengan benda uji dan atur pembebanannya, yaitu untuk baja
AISI 1045 hasil treatment menggunakan
beban 150 Kgf sedangkan yang non-treatment
menggunakan beban 100 Kgf.
3. Memasang indentor
dan meletakkan benda uji pada tempatnya.
4. Mengatur waktu
pembebanan
5. Melakukan proses pengujian kekerasan
pada 4 titik.
6. Mencatat hasil yang didapat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
Setelah
melakukan percobaan uji kekerasan pada baja AISI 1045 yang hasil treatment dan non-treatment, maka data yang didapat dari hasil percobaan adalah
sebagai berikut :
Tabel 2. Data
hasil percobaan kekerasan
No.
|
Bahan
|
Beban
(Kgf)
|
Hardness
|
Average
Hardness
|
Vickers (HV) dan (HB)
|
Brinel
Hardness Nomber (BHN)
|
1.
|
AISI 1045
Hasil treatment
|
100
|
9 HRB
10.5.HRB
10 HRB
10.5 HRB
|
10
HRB
|
-
|
-
|
2.
|
AISI 1045 Non-treatment
|
150
|
57 HRC
58 HRC
57.5 HRC
57.5 HRC
|
57.5
HRC
|
644
|
612
|
4.2 Pembahasan
Untuk baja hasil treatment menggunakan HRC dengan pembebanan 150 kgf serta
menggunakan indentor berupa piramida intan dan baja non-treatment menggunakan
HRB dengan pembebanan 100 Kgf serta menggunakan indentor berupa bola baja. Hal
ini disebabkan baja yang di hasil
treatment lebih keras dibandingkan dengan baja yang tidak di treatment sehingga HRC digunakan untuk
material yang keras dan HRB digunakan untuk material yang kurang keras. Saat
pengujian menggunakan metode Rockwell, hasil
yang didapatkan belum bisa menggambarkan atau menjelaskan nilai kekerasan dari
kedua spesimen. Oleh karena itu nilai kekerasan dengan skala Rockwell dikonversi ke skala Vickers. Setelah dikonversi ke skala Vickers dengan rumus interpolasi, baja yang telah di treatment memiliki nilai kekerasan sebesar 644
HV dan 612. Kekerasan baja tergantung pada komposisi kimianya,
terutama kadar karbonnya. Makin tinggi kadar karbon, maka baja tersebut akan
makin keras. Tetapi kekerasan baja masih dapat diubah dengan merubah struktur
mikronya. Kekerasan yang sangat tinggi dapat
diperoleh dengan melakukan proses laku panas untuk memperoleh struktur
martensit. Proses ini dinamakan hardening
(pengerasan). Hardening dilakukan
dengan memanaskan baja hingga mencapai temperature austenit,kemudian
didinginkan dengan cepat (quenching),
sehingga akan diperoleh martensit yang keras. Biasanya sesudah proses hardening selesai, segera akan diikuti
dengan proses tempering [Alhamidi,
Ali. 2003].
Dari data percobaan yang telah
dilakukan dapat dilihat bahwa sampel baja yang telah diberi proses treatment memiliki nilai kekerasan yang
lebih tinggi dibandingkan yang tidak diberi proses treatment (non-treatment).
Hal ini dapat terjadi karena suatu logam yang telah diberi suatu perlakuan
panas, yaitu pengerasan (contoh: quenching,
tempering, hardening) nilai kekerasannya akan meningkat. Perlakuan panas
pada kondisi non-equilibrium
menyebabkan ukuran butiran yang dihasilkan adalah halus (kecil), sehingga logam
tersebut memiliki sifat kekerasan yang tinggi dan fasa yang terbentuk adalah
martensit. Martensit merupakan struktur yang memiliki sifat kekerasan yang
tinggi.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan uji kekerasan maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Baja
hasil treatment memiliki nilai
kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja non-treatment.
2. Skala
HRC digunakan untuk material yang keras dan skala HRB digunakan untuk material
yang lebih lunak atau kurang keras.
3. Jika
nilai kekerasan semakin tinggi maka nilai deformasi plastisnya akan semakin
tinggi
4. Baja
hasil treatment memiliki kekerasan vikers sebesar 215.625 HV dan 204.625 HB
sedangkan baja hasil non-treatment
memiliki kekerasan vikers sebesar 573
HB dan 544.7 HV
5. Baja
hasil treatment memiliki average hardness sebesar 94.125 HRB dan
baja non-treatment memiliki average hardness sebesar 53.75 HRC.
5.2
Saran
Adapun
saran yang dapat diberikan untuk praktikan adalah sebaiknya benda uji yang
digunakan berbeda-beda untuk setiap kelompoknya karena pada praktikum ini benda
uji yang digunakan sama untuk semua kelompok sehingga hanya sedikit daerah
permukaan benda yang akan diuji nilai kekerasannya.
DAFTAR PUSTAKA
2.
Fauji.
2010. Pengetahuan Sifat Logam (Fisik
& Mekanik).
3. Tim
laboratorium metalurgi. 2012. ”Buku
panduan praktikum Laboratorium Metalurgi I”, Fakultas Teknik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa. Cilegon
5. http://www.calce.umd.edu/TSFA/Hardness_ad_.htm
LAMPIRAN
a.. Contoh Perhitungan
1. Menghitung
Average Hardness pada baja AISI 1045 (HRB) hasil treatment
Menghitung HB
dan HV skala vikers
57.5 – 57.3 VHN - 640
57.8 – 57.3 650 - 608
VHN
= 644
57.5 – 57.3 HBN - 608
57.8
– 57.3 618 - 608
VBN
= 612
b.
Jawaban Pertanyaan dan Tugas Khusus
1.
Apakah kekerasan dan
ketahanan aus saling berhubungan? Mengapa demikian?
Penyelesaian :
Antara kekerasan dan
ketahanan aus merupakan garis lurus yang saling berkaitan, karena kekerasan
merupakan sifat yang ada pada lapisan paling luar suatu material, dan ketahanan
aus pun didapat dari lapisan terluar suatu material. Dimana nilai kekerasan
semakin tinggi maka logam tersebut mempunyai ketahanan aus yang tinggi. Hal ini
disebabkan struktur mikro pada logam yang keras lebih kecil dan dislokasinya
lebih banyak sehingga untuk mengalami keausan akan lebih sulit.
2.
Sebutkan 2 jenis uji
kekerasan Rockwell dan jelaskan !
Penyelesaian:
a. Rockwel
B : menggunakan indentor berbentuk bola yang terbuat dari baja dengan diameter
1/16 inchi dan beban uji 100 kgf,
cara menentukan nilai kekerasannya yaitu dengan cara melihat kedalaman jejak
pembebanan. Metode ini digunakan untuk material lunak.
b. Rockwell
C : menggunakan indentor berbentuk silinder yang terbuat dari intan dengan
sudut puncak 120o dan beban uji sebesar 150 kgf, cara menentukan
nilai kekerasannya sama dengan Rockwell B yaitu berdasarkan kedalaman jejak
pembebanan. Metode ini digunakan untuk material yang lebih keras.
3.
Berapakah beban
pengujian kekerasan Rockwell yang dipakai pda percobaan dan mengapa dipilih beban
tersebut?
Penyelesaian :
Pembebanan yang dipakai yaitu 150 Kgf, pembebanannya
sebesar 150 karena material benda uji yang dipakai mempunyai sifat yang lebih
keras dari pada benda uji yang dikenakan Rockwell B. apabila pembebanannya
kecil maka indentor tidak akan mampu meninggalkan jejak pembebanan pada benda
uji tersebut.
4.
Jelaskan perbedaan
pengujian kekerasan dengan menggunakan metode indentasi, dan kapan menggunakan
pengujian kekerasan Brinell, Rockwell,
Vickers, meyer, dan Knoop?
Penyelesaian :
Metode indentasi adalah metode dimana dilakukan
penekanan benda uji dengan menggunakan indentor dengan gaya tekan dan waktu
indentasi yang ditentukan. Prinsip kerja dari metode ini dengan menentukan
jejak dari indentasi yang dihasilkan. Nilai kekerasan dari suatu bahan dilihat
dari kedalaman jejak yang ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan menandakan
bahwa logam tersebut telah terdeformasi plastis.
1. Metode
Brinell
Kita
menggunakan metode brinell, idealnya ketika
material yang memiliki kekerasan brinell sampai
400 HB. Jika lebih dari itu maka disarankan menggunakan metode pengujian rockwel atau Vickers. Beban standar yang digunakan sebesar 500 kg. Pengujian ini
juga memerlukan permukaan yang datar dan halus.
2. Metode
Rockwell
Metode Rockwell mampu membedakan perbedaan
kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, ukuran lekukannya kecil,
sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya
tanpa menimbulkan kerusakan. Permukaan yang akan diuji harus bersih, datar dan
tegak lurus. Menggunakan beban antara 10 sampai 150 kgf, indentor yang
digunakan berupa kerucut intan dan bola baja.
3. Metode
Vickers
Metode Vickers menggunakan penumbuk piramida
intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Kita menggunakan metode Vickers ketika suatu skala kekerasan
yang ekstrem tidak bisa dibandingkan dengan skala kekerasan yang lain.
4. Metode
Meyer
Metode meyer adalah metode mengenai kekerasan
yang lebih rasional berdasarkan luas proyeksi jejak. Metode ini biasa digunakan
untuk mengukur kekerasan material yang telah mengalami pengerjaan dingin, tidak
bergantung pada beban dan jarang digunakan untuk pengukuran kekerasan
5. Metode
Knoop
Metode ini
biasanya menggunakan indentor berupa intan kasar yang dibentuk menjadi piramida
sedemikian hingga dihasilkan lekukan bentuk intan dengan perbandingan diagonal
panjang dan pendek adalah 7:1.
5.
Kenapa pengujian
kekerasan pada spesimen yang sama tidak boleh terlalu dekat?
Penyelesaian
:
Karena jika terlalu dekat
dikhawatirkan hasil yang terbaca pada mesin uji kekerasan Rockwell tidak akurat disebabkan oleh adanya bekas percobaan
sebelumnya, selain itu juga dikarenakan setiap titik pada benda uji itu mempunyai
perbedaan fasa maka dari itu digunakan garis lurus agar dapat mengetahui
kekerasan benda uji pada semua titik.
c. Gambar Alat
Gambar
2. Mesin Uji Kekerasan